EVOLUSI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI
Richardus Eko Indrajit
EMPAT ERA PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMPUTER
Tidak dapat disangkal bahwa salah satu penyebab utama terjadinya era globalisasi
yang datangnya lebih cepat dari dugaan semua pihak adalah karena perkembangan
pesat teknologi informasi. Implementasi internet, electronic commerce,
electronic data interchange, virtual office, telemedicine, intranet, dan lain
sebagainya telah menerobos batas-batas fisik antar negara. Penggabungan antara
teknologi komputer dengan telekomunikasi telah menghasilkan suatu revolusi di
bidang sistem informasi. Data atau informasi yang pada jaman dahulu harus
memakan waktu berhari-hari untuk diolah sebelum dikirimkan ke sisi lain di
dunia, saat ini dapat dilakukan dalam hitungan detik.
Tidak berlebihan jika salah satu pakar IBM menganalogikannya dengan perkembangan
otomotif sebagai berikut: “seandainya dunia otomotif mengalami kemajuan sepesat
teknologi informasi, saat ini telah dapat diproduksi sebuah mobil berbahan bakar
solar, yang dapat dipacu hingga kecepatan maximum 10,000 km/jam, dengan harga
beli hanya sekitar 1 dolar Amerika !”. Secara mikro, ada hal cukup menarik untuk
dipelajari, yaitu bagaimana evolusi perkembangan teknologi informasi yang ada
secara signifikan mempengaruhi persaingan antara perusahaan-perusahaan di dunia,
khususnya yang bergerak di bidang jasa. Secara garis besar, ada empat periode
atau era perkembangan sistem informasi, yang dimulai dari pertama kali
diketemukannya komputer hingga saat ini. Keempat era tersebut (Cash et.al.,
1992) terjadi tidak hanya karena dipicu oleh perkembangan teknologi komputer
yang sedemikian pesat, namun didukung pula oleh teori-teori baru mengenai
manajemen perusahaan modern. Ahli-ahli manajemen dan organisasi seperti Peter
Drucker, Michael Hammer, Porter, sangat mewarnai pandangan manajemen terhadap
teknologi informasi di era modern. Oleh karena itu dapat dimengerti, bahwa masih
banyak perusahaan terutama di negara berkembang (dunia ketiga), yang masih sulit
mengadaptasikan teori-teori baru mengenai manajemen, organisasi, maupun
teknologi informasi karena masih melekatnya faktor-faktor budaya lokal atau
setempat yang mempengaruhi behavior sumber daya manusianya. Sehingga tidaklah
heran jika masih sering ditemui perusahaan dengan peralatan komputer yang
tercanggih, namun masih dipergunakan sebagai alat-alat administratif yang
notabene merupakan era penggunaan komputer pertama di dunia pada awal tahun
1960-an.

ERA KOMPUTERISASI
Periode ini dimulai sekitar tahun 1960-an ketika mini computer dan mainframe
diperkenalkan perusahaan seperti IBM ke dunia industri. Kemampuan menghitung
yang sedemikian cepat menyebabkan banyak sekali perusahaan yang memanfaatkannya
untuk keperluan pengolahan data (data processing). Pemakaian komputer di masa
ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, karena terbukti untuk
pekerjaan-pekerjaan tertentu, mempergunakan komputer jauh lebih efisien (dari
segi waktu dan biaya) dibandingkan dengan mempekerjakan berpuluh-puluh SDM untuk
hal serupa. Pada era tersebut, belum terlihat suasana kompetisi yang sedemikian
ketat. Jumlah perusahaan pun masih relatif sedikit. Kebanyakan dari perusahaan
perusahaan besar secara tidak langsung “memonopoli pasar-pasar tertentu, karena
belum ada pesaing yang berarti. Hampir semua perusahaan-perusahaan besar yang
bergerak di bidang infrastruktur (listrik dan telekomunikasi) dan pertambangan
pada saat itu membeli perangkat komputer untuk membantu kegiatan administrasinya
sehari-hari. Keperluan organisasi yang paling banyak menyita waktu komputer pada
saat itu adalah untuk administrasi back office, terutama yang berhubungan dengan
akuntansi dan keuangan. Di pihak lain, kemampuan mainframe untuk melakukan
perhitungan rumit juga dimanfaatkan perusahaan untuk membantu menyelesaikan
problem-problem teknis operasional, seperti simulasi-simulasi perhitungan pada
industri pertambangan dan manufaktur.


ERA TEKNOLOGI INFORMASI
Kemajuan teknologi digital yang dipadu dengan telekomunikasi telah membawa
komputer memasuki masa-masa “revolusi”-nya. Di awal tahun 1970-an, teknologi PC
atau Personal Computer mulai diperkenalkan sebagai alternatif pengganti mini
computer. Dengan seperangkat komputer yang dapat ditaruh di meja kerja
(desktop), seorang manajer atau teknisi dapat memperoleh data atau informasi
yang telah diolah oleh komputer (dengan kecepatan yang hampir sama dengan
kecepatan mini computer, bahkan mainframe). Kegunaan komputer di perusahaan
tidak hanya untuk meningkatkan efisiensi, namun lebih jauh untuk mendukung
terjadinya proses kerja yang lebih efektif. Tidak seperti halnya pada era
komputerisasi dimana komputer hanya menjadi “milik pribadi” Divisi EDP
(Electronic Data Processing)
perusahaan, di era kedua ini setiap individu di organisasi dapat memanfaatkan
kecanggihan komputer, seperti untuk mengolah database, spreadsheet, maupun data
processing (end-user computing). Pemakaian komputer di kalangan perusahaan
semakin marak, terutama didukung dengan alam kompetisi yang telah berubah dari
monompoli menjadi pasar bebas. Secara tidak langsung, perusahaan yang telah
memanfaatkan teknologi komputer sangat efisien dan efektif dibandingkan
perusahaan yang sebagian prosesnya masih dikelola secara manual. Pada era inilah
komputer memasuki babak barunya, yaitu sebagai suatu fasilitas yang dapat
memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan, terutama yang bergerak di
bidang pelayanan atau jasa.
Teori-teori manajemen organisasi modern secara intensif mulai diperkenalkan di
awal tahun 1980-an. Salah satu teori yang paling banyak dipelajari dan
diterapkan adalah mengenai manajemen perubahan (change management). Hampir di
semua kerangka teori manajemen perubahan ditekankan pentingnya teknologi
informasi sebagai salah satu komponen utama yang harus diperhatikan oleh
perusahaan yang ingin menang dalam persaingan bisnis. Tidak seperti pada kedua
era sebelumnya yang lebih menekankan pada unsur teknologi, pada era manajemen
perubahan ini yang lebih ditekankan adalah sistem informasi, dimana komputer dan
teknologi informasi merupakan komponen dari sistem tersebut. Kunci dari
keberhasilan perusahaan di era tahun 1980-an ini adalah penciptaan dan
penguasaan informasi secara cepat dan akurat. Informasi di dalam perusahaan
dianalogikan sebagai darah dalam peredaran darah manusia yang harus selalu
mengalir dengan teratur, cepat, terus-menerus, ke tempat-tempat yang
membutuhkannya (strategis). Ditekankan oleh beberapa ahli manajemen, bahwa
perusahaan yang menguasai informasilah yang memiliki keunggulan kompetitif di
dalam lingkungan makro “regulated free market”. Di dalam periode ini, perubahan
secara filosofis dari perusahaan tradisional ke perusahaan modern terletak pada
bagaimana manajemen melihat kunci kinerja perusahaan. Organisasi tradisional
melihat struktur perusahaan sebagai kunci utama pengukuran kinerja, sehingga
semuanya diukur secara hirarkis berdasarkan divisi-divisi atau departemen. Dalam
teori organisasi modern, dimana persaingan bebas telah menyebabkan customers
harus pandai-pandai memilih produk yang beragam di pasaran, proses penciptaan
produk atau pelayanan (pemberian jasa) kepada pelanggan merupakan kunci utama
kinerja perusahaan. Keadaan ini sering diasosiasikan dengan istilah-istilah
manajemen seperti “market driven” atau “customer base company” yang pada intinya
sama, yaitu kinerja perusahaan akan dinilai dari kepuasan para pelanggannya.
Sangat jelas dalam format kompetisi yang baru ini, peranan komputer dan
teknologi informasi, yang digabungkan dengan komponen lain seperti proses,
prosedur, struktur organisasi, SDM, budaya perusahaan, manajemen, dan komponen
terkait lainnya, dalam membentuk sistem informasi yang baik, merupakan salah
satu kunci keberhasilan perusahaan secara strategis.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa kepuasan pelanggan terletak pada kualitas
pelayanan. Pada dasarnya, seorang pelanggan dalam memilih produk atau jasa yang
dibutuhkannya, akan mencari perusahaan yang menjual produk atau jasa tersebut:
cheaper (lebih murah), better (lebih baik), dan faster (lebih cepat). Disinilah
peranan sistem informasi sebagai komponen utama dalam memberikan keunggulan
kompetitif perusahaan. Oleh karena itu, kunci dari kinerja perusahaan adalah
pada proses yang terjadi baik di dalam perusahaan (back office) maupun yang
langsung bersinggungan dengan pelanggan (front office). Dengan memfokuskan diri
pada penciptaan proses (business process) yang efisien, efektif, dan terkontrol
dengan baiklah sebuah perusahaan akan memiliki kinerja yang handal. Tidak heran
bahwa di era tahun 1980-an sampai dengan awal tahun 1990-an terlihat banyak
sekali perusahaan yang melakukan BPR (BusinessProcess Reengineering),
re-strukturisasi, implementasi ISO-9000, implementasi TQM, instalasi dan
pemakaian sistem informasi korporat (SAP, Oracle, BAAN), dan lain sebagainya.
Utilisasi teknologi informasi terlihat sangat mendominasi dalam setiap program
manajemen perubahan yang dilakukan perusahaan-perusahaan
ERA GLOBALISASI INFORMASI
Belum banyak buku yang secara eksplisit memasukkan era terakhir ini ke dalam
sejarah evolusi teknologi informasi. Fenomena yang terlihat adalah bahwa sejak
pertengahan tahun 1980-an, perkembangan dibidang teknologi informasi (komputer
dan telekomunikasi) sedemikian pesatnya, sehingga kalau digambarkan secara
grafis, kemajuan yang terjadi terlihat secara eksponensial. Ketika sebuah
seminar internasional mengenai internet diselenggarakan di San Fransisco pada
tahun 1996, para praktisi teknologi informasi yang dahulu bekerja sama dalam
penelitian untuk memperkenalkan internet ke dunia industri pun secara jujur
mengaku bahwa mereka tidak pernah menduga perkembangan internet akan menjadi
seperti ini. Ibaratnya mereka melihat bahwa yang ditanam adalah benih pohon
ajaib, yang tiba-tiba membelah diri menjadi pohon raksasa yang tinggi menjulang.
Sulit untuk ditemukan teori yang dapat menjelaskan semua fenomena yang terjadi
sejak awal tahun 1990-an ini, namun fakta yang terjadi dapat disimpulkan sebagai
berikut:
Tidak ada yang dapat menahan lajunya perkembangan teknologi informasi.
Keberadaannya telah menghilangkan garis-garis batas antar negara dalam hal flow
of information. Tidak ada negara yang mampu untuk mencegah mengalirnya informasi
dari atau ke luar negara lain, karena batasan antara negara tidak dikenal dalam
virtual world of computer. Penerapan teknologi seperti LAN, WAN, GlobalNet,
Intranet, Internet, Ekstranet, semakin hari semakin merata dan membudaya di
masyarakat. Terbukti sangat sulit untuk menentukan perangkat hukum yang sesuai
dan terbukti efektif untuk menangkal segala hal yang berhubungan dengan
penciptaan dan aliran informasi. Perusahaan-perusahaan pun sudah tidak terikat
pada batasan fisik lagi. Melalui virtual world of computer, seseorang dapat
mencari pelanggan di seluruh lapisan masyarakat dunia yang terhubung dengan
jaringan internet. Sulit untuk dihitung besarnya uang atau investasi yang
mengalir bebas melalui jaringan internet. Transaksi-transaksi perdagangan dapat
dengan mudah dilakukan di cyberspace melalui electronic transaction dengan
mempergunakan electronic money.
Tidak jarang perusahaan yang akhirnya harus mendefinisikan kembali visi dan misi
bisnisnya, terutama yang bergelut di bidang pemberian jasa. Kemudahan-kemudahan
yang ditawarkan perangkat canggih teknologi informasi telah merubah mindset
manajemen perusahaan sehingga tidak jarang terjadi perusahaan yang banting stir
menggeluti bidang lain. Bagi negara dunia ketiga atau yang sedang berkembang,
dilema mengenai pemanfaatan teknologi informasi amat terasa. Di suatu sisi
banyak perusahaan yang belum siap karena struktur budaya atau SDM-nya, sementara
di pihak lain investasi besar harus dikeluarkan untuk membeli perangkat
teknologi informasi. Tidak memiliki teknologi informasi, berarti tidak dapat
bersaing dengan perusahaan multi nasional lainnya, alias harus gulung tikar.
Hal terakhir yang paling memusingkan kepala manajemen adalah kenyataan bahwa
lingkungan bisnis yang ada pada saat ini sedemikian seringnya berubah dan
dinamis. Perubahan yang terjadi tidak hanya sebagai dampak kompetisi yang
sedemikian ketat, namun karena adanya faktor-faktor external lain seperti
politik (demokrasi), ekonomi (krisis), sosial budaya (reformasi), yang secara
tidak langsung menghasilkan kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan baru
yang harus ditaati perusahaan. Secara operasional, tentu saja fenomena ini
sangat menyulitkan para praktisi teknologi informasi dalam menyusun sistemnya.
Tidak jarang di tengah-tengah konstruksi sistem informasi, terjadi perubahan
kebutuhan sehingga harus diadakan analisa ulang terhadap sistem yang akan
dibangun. Dengan mencermati keadaan ini, jelas terlihat kebutuhan baru akan
teknologi informasi yang cocok untuk perusahaan, yaitu teknologi yang mampu
adaptif terhadap perubahan. Para praktisi negara maju menjawab tantangan ini
dengan menghasilkan produk-produk aplikasi yang berbasis objek, seperti OOP
(Object Oriented Programming), OODBMS (Object Oriented Database Management
System), Object Technology, Distributed Object, dan lain sebagainya.
PERUBAHAN POLA PIKIR SEBAGAI SYARAT
Dari keempat era di atas, terlihat bagaimana alam kompetisi dan kemajuan
teknologi informasi sejak dipergunakannya komputer dalam industri hingga saat
ini terkait erat satu dan lainnya. Memasuki abad informasi berarti memasuki
dunia dengan teknologi baru, teknologi informasi. Mempergunakan teknologi
informasi seoptimum mungkin berarti harus merubah mindset. Merubah mindset
merupakan hal yang teramat sulit untuk dilakukan, karena pada dasarnya “people
do not like to change”. Kalau pada saat ini dunia maju dan negara-negara
tetangga Indonesia sudah memiliki komitmen khusus untuk mengambil bagian dalam
penciptaan komponen-komponen sistem informasi, bagaimana dengan Indonesia? Masih
ingin menjadi negara konsumen? Atau sudah mampu menjadi negara produsen? Paling
tidak, hal yang harus ada terlebih dahulu di setiap manusia Indonesia adalah
kemauan untuk berubah. Tanpa “willingness to change”, sangat mustahillah bangsa
Indonesia dapat memanfaatkan teknologi informasi untuk membangun kembali bangsa
yang hancur ditelan krisis saat ini.